Jejak Tsunami di Cekungan Komodo: Mengenang 5 Tahun Tragedi Pasigala 2018

Pada awalnya puing jembatan ini masih berdiri kokoh dan berada tepat di ujung Muara Sungai Poboya yang masyarakat Kota Palu mengenalnya dengan nama Jalan Komodo. Jembatan yang sebelum peristiwa tsunami Pasigala/Padigimo ini menjadi alternatif utama para pengendara untuk menelusuri pinggir Teluk Palu. Kini, jembatan ini menjadi salah satu saksi dan jejak dahsyatnya peristiwa Tsunami di Kota Palu, 28 September 2018 akibat gempa bumi, yang juga menghancurkan berbagai sisi tempat di Donggala, Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong. Kini, 5 tahun sudah berlalu, tepat September 2023, wajah baru terlihat mengisi setiap sisi kota namun jejak dahsyatnya tragedi itu, masih membekas diingat dan pandangan mata.

Sebelum peristiwa tragis yang mengubah wajah Kota Palu tersebut, jembatan ini berada tepat di sisi area Pusat Rekreasi Masyarakat yang berada di ujung  jalan Komodo yang pada saat kejadian sedang dipadati pengunjung. Pada peristiwa tragis tersebut ratusan korban yang berada di area, kesulitan menyelamatkan diri. Termasuk kenderaan korban pada saat kejadian yang diyakini hingga saat ini masih ada di bawah permukaan air laut tepat di cekungan ujung jalan Komodo ini. Untuk proses pengangkatan mengalami kendala oleh banyaknya jumlah serta kedalaman air laut pada area ini.

Sebelum peritiwa tsunami 2018, sisi utara dan selatan jalan yang menghubungkan area kompleks penggaraman ke arah Patung Kuda dihubungan oleh jembatan yang berada di ujung jalan Komodo ini. Kini jembatan tersebut runtuh ke dalam laut bersama daratan dengan areal lebih kurang 250 meter persegi dan amblas (menurun permukaanya dengan penyusutan yang terlihat sekira 7 meter dari posisi awal). 

Kini di sepanjang areal pinggiran pantai termasuk di sisi luar jembatan yang tak lagi digunakan tersebut telah dibangun tanggul berupa batu alam yang membentang dari Pantai Taman Ria Kelurahan Silae hingga mencapai Kelurahan Tondo Kota Palu.

Masyarakat Kota Palu kini memanfaatkan tanggul tersebut untuk bersantai dan menghabiskan waktu sore hari. Jika berkunjung pada jam-jam 17.00 maka akan dapat disaksikan pemandangan yang sangat indah jelang tenggelammnya matahari sambil duduk santai di atas tanggul batu alam yang sudah diatur rapi sambil menikmati kudapan. Untuk masuk ke area ini, tidak dikenakan biaya sama sekali, hanya untuk keamanan dan kenyaman agar setiap pengunjung memarkirkan kenderaan berada pada posisi dan keamanan yang baik. 


 Bagi penggemar hobi mancing, cekungan yang berada di ujung Jalan Komodo ini merupakan salah satu spot favorit, karena kedalaman airnya diperkirakan hingga mencapai ratusan meter. Di sebelahnya para nelayan juga menggunakan area ini sebagai tempat berlabuh perahu karena ombak yang cenderung lebih tenang dan terlindung dari tiupan angin yang masuk ke Teluk Palu dari arah Selat Makassar.

Bahkan berdasarkan penelusuran sejarah, cekungan ini juga telah digunakan sebagai dermaga sejak zaman kolonial Belanda. Hal itu dibuktikan dengan adanya jejak tiang besi pancang dermaga yang sempat terlihat di awal-awal pasca terjadinya tsunami. Sayang, tiang pancang bersejarah itu kini telah hilang kaena diduga dirusak dan diambil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Cekungan ini juga merupakan muara dari Sungai Poboya dimana airnya mengalir dari Kelurahan Poboya Kota Palu lokasi Tambang Emas Poboya yang kini dikelola PT. Citra Palu Mineral berada dan beroperasi. (Redaksi cakrawalasulawesi.com)


Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 1