Dalam setiap instansi, kali kita masih menjumpai kegiatan yang sifatnya seremonial. Kegiatan ini, meskipun tampak penting dalam rangka membangun citra institusi atau menghormati tradisi, sering kali menghabiskan sumber daya yang bisa lebih baik digunakan untuk kegiatan yang lebih produktif. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengevaluasi kembali pentingnya kegiatan seremonial ini dan mencari jalan agar instansi dapat memfokuskan semboyannya pada hal-hal yang memberikan dampak nyata.
Dalam rapat Kabinet Pertama setelah dilantik, Presiden Pabowo meminta kepada jajaran kementerian dan turunannya agar mengurangi kegiatan yang sifatnya hanya seremonial dan perjalanan dinas.
"Saya minta kepada Menteri Keuangan, semua Menko, dan semua menteri untuk meneliti kembali alokasi APBN. Pelajari DIPA dengan teliti. Saya minta rincian kegiatan yang terlalu seremonial, seperti seminar, sarasehan, konferensi, dan perjalanan ke luar negeri, untuk dikurangi," ungkap Prabowo.
Menurutnya, pemerintahannya harus berorientasi pada rakyat, sehingga kegiatan yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas harus dihentikan. Terutama perjalanan dinas yang dianggap tidak penting, seperti studi banding.
"Kita perlu memberikan contoh. Fokus kita adalah pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Jangan berlebihan. Studi banding dan belajar pramuka di negara lain itu tidak perlu. Saya minta agar semua lebih efisien," tambahnya sepeti dikutip dari Optika.Id.
Pertama, kegiatan seremonial cenderung memakan waktu dan anggaran yang signifikan. Biaya yang dikeluarkan tidak hanya mencakup penyelenggaraan acara itu sendiri, tetapi juga persiapan, promosi, dan tentu saja, konsumsi. Uang dan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut bisa dialokasikan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan teknologi, atau pengembangan proyek yang lebih bermanfaat untuk masyarakat dan lembaga. Dengan demikian, mengurangi kegiatan seremonial akan menjadikan instansi lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada.
Kedua, kegiatan seremonial sering kali disertai dengan kepatuhan terhadap norma sosial yang tidak selalu sejalan dengan tujuan utama instansi tersebut. Setiap instansi seharusnya memiliki fokus yang jelas pada visi dan misi mereka. Ketika kegiatan seremonial menjadi prioritas, maka tujuan utama tersebut bisa terabaikan. Hal ini bisa berakibat fatal bagi perkembangan institusi dan inovasi yang seharusnya menjadi fokus utama dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Selanjutnya, ada juga risiko bahwa kegiatan seremonial hanya menjadi ajang pamer, bukan ajang yang memberikan nilai tambah untuk masyarakat. Banyak dari kita telah melihat acara yang megah namun tidak berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk yang dihasilkan oleh instansi tersebut. Dalam era di mana transparansi dan akuntabilitas semakin penting, instansi perlu meninjau kembali bagaimana mereka ingin dilihat oleh publik. Kegiatan yang substansial dan bermanfaat tentu akan lebih diapresiasi dibanding hanya sekadar acara seremonial.
Selain itu, mengurangi kegiatan seremonial juga dapat meningkatkan semangat kerja dan produktivitas karyawan. Karyawan yang terlibat dalam kegiatan yang memiliki makna dan tujuan nyata cenderung merasa lebih termotivasi. Mereka akan lebih terdorong untuk berkontribusi secara aktif dan menunjukkan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi. Ketika karyawan merasa dihargai atas kontribusi mereka, hal ini akan tercermin dalam kinerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Di sisi lain, instansi seharusnya berperan sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Dengan demikian, lebih banyak waktu dan sumber daya harus dialokasikan untuk program-program yang langsung berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Para pemimpin harus mampu mengkomunikasikan visi mereka dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penggunaan sumber daya yang efisien. Melalui pendekatan yang lebih pragmatis, instansi dapat berkembang menjadi entitas yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, serta lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Posting Komentar