Megalitikum Sulteng Ternyata Bukan yang Tertua di Indonesia? Ini Tanggapan Brida Sulteng

 

Redaksi, Cakrawala Sulawesi-Munculnya pemberitaan sebuah media di Sulawesi Tengah yang menganggap Situs tertua di Indonesia bukan di Sulawesi Tengah tetapi di Gunung Padang Jawa Barat mendapat tanggapan serius dari Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi Tengah. Tulisan yang dimuat di media tersebut dinilai provokatif.

Berdasarkan rilis yang diterima redaksi Media Cakrawala Sulawesi, Tim Publikasi PPID Brida Provinsi telah mewawancarai via telepon Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi Tengah Faridah Lamarauna dan Koordinator Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sulawesi Tengah Haliadi Sadi.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi  Faridah Lamarauna menegaskan bahwa Jika memang fakta riset menerangkan bahwa situs gunung padang adalah situs megalitikum tertua di Indonesia, maka hal tersebut tentunya merupakan kebanggaan bersama. “Akan tetapi, perlu saya sampaikan juga bahwa situs megalitikum yang ada di Sulawesi Tengah itu diperkirakan berasal dari 3.000 tahun sebelum masehi.  Untuk hal tersebut, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akan membuktikannya melalui riset lebih mendalam lagi” jelas Faridah.

Menurut Faridah, Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman flora dan fauna, negeri yang kaya akan peninggalan sejarah, dan negeri yang kaya akan  peninggalan situs arkeolog khususnya megalit.  Yang terpenting adalah bagaimana agar kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan riset dan pelestarian.

Untuk mengungkap lebih jauh mengenai usia dan potensi-potensi lainnya dari situs megalitikum yang ada di Sulawesi Tengah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Brida Provinsi, Sulawesi Tengah melakukan riset penyusunan profil dan pemetaan situs megalitikum yang di empat lembah tersebut.

“Saya berharap riset yang kami lakukan dapat mengungkap fakta-fakta tentang megalitikum di Sulawesi Tengah, sekaligus tentunya dokumen yang dihasilkan dari riset tersebut dapat menjadi dukungan untuk penetapan situs megalitikum yang ada di Lembah Bada, Lembah Behoa, Lembah Napu, dan Lembah Palu dapat ditetapkan menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO” harap Faridah.

 

Dihubungi di tempat terpisah, Koordinator TACB Sulawesi Tengah Haliadi Sadi, juga turut memberikan tanggapannya mengenai tulisan yang dipublikasi di laman tersebut. Haliadi menerangkan bahwa perbandingan terhadap dua obyek cagar budaya yang berbeda tempat sungguh belum pantas. Hal ini disebabkan penelitian kedua obyek ini belum tuntas dilakukan karena masih berlangsung.

Menurut Undang-Undang nomor 11 tahun 2010, objek tersebut belum ditetapkan statusnya apakah masuk kedalam kategori benda, bangunan, situs, struktur, dan kawasan. Artinya kedua obyek megalithikum ini juga masih dalam proses riset. Selain itu juga, fakta data atau penanggalan kedua obyek cagar budaya ini belum ada kepastian.

Terkait situs Gunung Padang, Haliadi menjelaskan bahwa riset geologi yg menarik dari Sutikno Bronto, 2012) menemukan bahwa gunung padang merupakan struktur kekar kolom leher gunung yang berserakan. Yang kemudian ditata menjadi punden berundak untuk kemungkinan pemujaan tradisional. Batuan andedit ini diperkirakan 32,30 kurang lebih 0,30 jtl (oligosen bawah). Penelitian ini didasari oleh riset yang dilakukan Sujatmiko 1972 lalu Koesmomo dkk. 1996.

Dalam penjelasan Haliadi, situs megalithikum di empat lembah (Lembah Bada, Lembah Behoa, Lembah Napu, dan Lembah Palu) yang telah diperkenalkan secara awal oleh Alb. C. Kruyt dan Nicolaus Adriani pada tahun 1889 dan 1908, merupakan lanjutan riset tentang obyek megalithikum Sulteng P. Ten Kate 1910, Walter Kaudern antaran tahun 1917-1921, Haris Sukendar tahun 1971, Mendikbud tahun 1980, Puslit dan Balar Manado 1991, juga tim Delienasi 2018 dan akhirnya hasil riset Tim TACB Provinsi Sulawesi Tengah dengan Brida Provinsi Sulawesi Tengah sebagai upaya untuk mendukung pencanangan “Sulawesi Tengah Negeri Seribu  Megalit”.

Lebih lanjut, Haliadi menjelaskan bahwa kemungkinan benda cagar budaya masih banyak yang belum ditemukan di kawasan taman nasional Lore Lindu. Mengenai dating juga masih beberapa hipotesa dan argumentasi antara 3000 hingga 8000 tahun yang lalu. Ciri khas wilayah temuan megalithikum di Sulawesi Tengah bukan digunung tetapi di bukit yang dicirikan dengan Lembah. Sehingga penyebutan megalithikum Sulawesi Tengah ini tersebar di empat lembah.

"Dari hipotesa tersebut sangat tidak etis secara akademik jika membandingkan mana yang tertua dan mana yang muda. Untuk itu, perlunya riset yang berkelanjutan untuk membuktikan hal tersebut" imbuh Haliadi.

Selanjutnya, Haliadi juga menjelaskan, kedua objek tersebut memiliki tempatan yang berbeda. Situs Gunung Padang berada di paparan Sunda sedangkan Situs Megalithikum Sulawesi Tengah berada di Pulau Sulawesi dimana berada di garis lintang Walacea yang menjadi pembeda antara paparan sahul dengan paparan sunda. Haliadi selaku periset Sulawesi Tengah mengingatkan kembali, bahwa apabila belum mengetahui tentang megalithikum Sulteng secara inheren dari perspektif apapun, kiranya untuk tidak membanding-bandingkan.

"Potensi obyek cagar budaya di Indonesia memiliki keunikan atau cirikhas sendiri-sendiri yang perlu diriset secara transdisiplin. Karena semuanya menjadi potensi peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia.” tutup Haliadi.

 (Redaksi)

(Sumber : PPID Brida Prov. Sulteng)

Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

أحدث أقدم
Post ADS 1
Post ADS 1